Ahh,, malah ngelantur kemana-mana. Intinya cuman pengen nulis, ada cinta selalu ada galau. Ada galau yang singkat saja, galau sedang, dan ada galau berat (tingkatan galau menurutku, :) ).
Ada 3 orang teman, yang sedang benar-benar menggalau. Semuanya bercerita kepadaku. Untungnya, pada waktu itu aku sedang tidak galau. Yah, karena kalau aku galau, aku nggak akan bisa mencerna cerita mereka dan ikut terbawa suasana.
Lagi-lagi nasehatku untuk mereka adalah : Cari kesibukan untuk mengalihkannya. Aku tau, klise memang. Rasa galau -menurutku- tak akan bisa hilang jika tidak dimulai dari diri sendiri. Entah dari cara yang lembut sampai cara yang paling ekstrim.
Aku pernah galau, dan karenanya aku punya obat untuk menghilangkan rasa galau. Yang menurutku mampu untuk mengurangi bahkan menghilangkan galau itu.
Pertama, manjakan dirimu semanja-manjanya atau paksakan dirimu sepaksa-paksanya. Yang kulakukan adalah hal kedua. Aku benar-benar melakukan aktivitas yang sangat menguras tenaga (pada waktu itu), dan tanpa mempedulikan pola makan dan badanku. Efeknya, 5 hari musti terkapar di rumah dengan berbagai macam sakit yang aku tak menginginkannya lagi. Magh, sesek, radang tenggorokan, demam, dan batuk-pilek. #ingat 5 perkara sebelum 5 perkara, sehat sebelum sakit.
Kedua, inget lagunya Opick kan? Tombo ati atau obat hati. Dalam liriknya, obat hati itu ada 5 perkaranya : baca Qur'an dn maknanya; berkumpul dg orang-orang shaleh; mendirikan sholat malam; perbanyak puasa; perpanjanglah dzikir malam.
Ketiga, perbanyak-banyaklah doa : Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi 'ala diinik wa tho'atik.
Apapun penyebab galau, jangan sampai galau itu menjadi lupa kpd yang meminta angin untuk menjatuhkan daun. Bahkan ketika daun jatuh, ia tidak pernah galau. Daun tak pernah membenci angin, itu kata Tere Liye.
Eum, yang terakhir.. Ada puisi yang kucomot dari blog temanku yang sangat menyentuh. Tentang gandrung.
GANDRUNG
Layaknya lampu neon kualitas terbaikPerasaan saya menyinar terang, menyeruak kemana-mana
Terang sekali,
Turut menjangkit bahkan galau jaman sekarang itu
Senyum menyungging,
Aduhai, Manis sekali…
Duh gusti
Gegap gempita, bahagia bukan main
Atas ungkapan cintanya pada saya,
Atau hanya sekedar senyum manisnya saja
Atau sekedar kerlingan matanya, yang sebenarnya kelilipan
Saya pun anggapnya godaan, aih-aih…
Indahnya…
Lalu
Lama-lama , lebih lama lagi…
Sembab, Saya menghadapMu
jatuh tersungkur
Pilu memakui merah jambu hati saya
Pilu, saya mengadu
Berhari-hari bahkan berbilangan tahun
Saya masih menangisinya…
Yang memilih orang lain
Yang mengabaikan saya
Yang meninggalkan saya
Duh Gandrung…, gandrung…
Saya malu,
Akan perasaan cinta saya padanya yang menggebu-gebu
Padahal
Rasa cinta saya padaMu justru seperti nyala sentir
Sebentar nyala benderang, lalu mak pet
Seketika peteng dedet, gelap gulita
Duh Gusti…
Saya lupa, atau malah melupa
Pada nikmat kenyang selama ini
Pada setiap helaan nafas,
Pada rasa kantuk yang membuat saya lelap, melepas lelah
Pada segala nikmat dari Mu
pada CintaMu,
Saya bangga pada perasaan cinta saya, tapi melupa pada perasaan CintaMu
Menggandrungi makhlukMu
namun justru mengabaikanMu
Duhai, Tangis itu…
Atas bentuk kegandrungan yang keliru
seperti peluh, seperti keringat
Hasil gojlogan dariMu
Agar saya semakin kuat
semakin bersyukur
dan kembali kepada Gandrung yang benar
Duh Pangeran Kulo, ngapunten Gusti…
Jangan biarkan saya menyia-nyiakan titipan cinta dariMu
Jangan Kau biarkan gandrung itu sirna tanpa makna
http://papiliomemnon.wordpress.com/2012/10/22/puisi-gandrung/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar